Subsidi Pupuk Diusulkan Arif Rahman Diganti dengan Subsidi Nilai Tukar Petani
Jakarta (7/1). Presiden Prabowo Subianto, mempunyai
salah satu poin Asta Cita yaitu ketahanan pangan. Untuk mewujudkan salah satu
program unggulan Presiden itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi NasDem,
Arif Rahman, meminta pemerintah memastikan kesejahteraan petani yang selama ini
masih terpuruk akibat kesulitan mendapatkan pupuk.
Diungkapkan oleh Arif, berdasarkan hasil observasi
dan kajian di lapangan, bahwa kesulitan para petani mendapatkan pupuk akibat
banyaknya praktik atau perilaku koruptif yang dilakukan sejumlah oknum.
"Maka saya memiliki ide dan gagasan agar
pemerintah bukan lagi memberikan subsidi pupuk, tapi memberikan subsidi pada
nilai tukar petani (NTP)," kata Arif dalam keterangannya, Selasa
(7/1/2025).
Disampaikan oleh Arif, dalam prkatik pemberian
subsidi pupuk selama ini, para petani justru tidak dapat menikmati pupuk
bersubsidi secara maksimal.
"Jangankan yang subsidi, pupuk non subsidi saja
sulit, seperti ada yang memonopoli,”
ungkap Arif.
Dugaan Legislator NasDem dari Dapil Banten I (Lebak
dan Pandeglang) itu, para pelakunya adalah oknum tengkulak yang mungkin bekerja
sama dengan oknum penyuplai atau agen pupuk. “Bahkan mungkin dengan oknum PT
Pupuk Indonesia," tegasnya.
Dugaan tersebut kata Arif, bukan tanpa alasan.
Pasalnya, di saat para petani kesulitan mendapatkan pupuk, baik pupuk subsidi
maupun non subsidi, para tengkulak malah begitu mudah mendapatkannya.
"Saat para petani kesulitan mendapatkan pupuk,
yang terjadi adalah datang seseorang (tengkulak) yang seolah-olah pahlawan. Dia
cukupi kebutuhan pupuk para petani tetapi dengan harga non subsidi," kata Arif.
Kemudian komitmen yang dibangun adalah NTP dikuasai
oleh oknum tengkulak dan para petani tidak bisa menjual kepada siapa pun.
lanjut Arif, parahnya lagi, pada saat harga pembelian pemerintah (HPP) gabah
kering panen (GKP) maupun harga gabah kering giling (GKG) begitu rendah, tetapi
harga eceran tertinggi (HET) beras premium malah begitu tinggi.
Arif mendesak pemerintah atas kondisi tersebut, untuk
tidak lagi memberikan subsidi pupuk kepada petani, tapi yang dilakukan
pemerintah adalah memberikan subsisidi NTP. "Selama ini yang jadi
masalah adalah ketika para petani menjual hasil panen, NTP-nya selalu di bawah
HPP. Itu karena seluruh hasil panen dimonopoli atau dikuasai oleh oknum
tengkulak yang seenaknya memberikan harga kepada para petani," papar
Arif.
Disampaikan oleh Arif, namun ketika pemerintah
hadir, misalnya saat HPP-nya Rp6.500, pemerintah memberikan subsidi sehingga
harganya bisa mencapai Rp8.000, atau Rp9.000. Pemerintah, melalui Bulog, wajib
membeli babah petani. Begitu pun berlaku untuk hasil pertanian lainnya.
Pencabutan pupuk subsidi yang diganti dengan
subsisidi NTP, menurut Arif, akan lebih efektif dan tepat sasaran, karena
selama ini mayoritas petani sudah membeli pupuk dengan harga non subsidi.
"Kalau produknya ada, jangankan yang subsidi,
yang non subsisidi saja para petani mau beli. Jadi tata kelola pembelian dan
penjualan pupuk juga harus dibenahi," kata dia. (JHL.378)